Cerpen Remaja karya Risdatul Zulfiah
"Hari jadiku yang pertama sekaligus hari terakhirku bersamanya"
"Hari jadiku yang pertama sekaligus hari terakhirku bersamanya"
Pagi ini aku kira adalah hari yang sangat menyenangkan. Tapi keyakinan ku berubah saat dia menghubungiku. Hari ini adalah hari jadiku dengannya yang ke satu tahun. Awalnya aku ingin memberikan kejutan untuknya dengan menyiapkan makan malam yang romantis di sebuah restoran. Aku benar-benar sudah mempersiapkan dinner ku dengannya dari jauh-jauh hari. Tiap pulang sekolah, aku mencari-cari tempat makan malam yang cocok untukku dengannya. Akhirnya temanku merekomendasikan sebuah tempat yang menurutku benar-benar romantis. Dan hari ini lah waktunya. Akan tetapi semuanya berantakan. Hari ini menjadi hari yang sangat menyebalkan untukku. Aku benar-benar benci hari ini. Aku berharap ini mimpi dan tidak benar-benar terjadi. Sungguh, aku tidak mau kejadian ini terjadi hari ini ! ini seperti mimpi buruk di siang bolong. Entah apa yang ada difikiranku saat dia mengatakan itu padaku. Marah, kesal, sedih, semua jadi satu. Rasanya kemarahanku dan kekesalanku sudah mencapai titik puncak. Semua yang awalnya baik-baik saja, kini menjadi hacur berantakan. Ya Tuhan, kenapa ini terjadi padaku ??? aku benar-benar mencintai dan menyayanginya. Tapi mengapa dia memutuskan hubungan ini di saat hari jadi kita yang pertama ? kemarin aku dengan dia baik-baik saja. Tak ada masalah yang membuat kita bertengkar hebat.
Baru saja kemarin dia mengatakan kalau dia sangat menyangiku. Tetapi apa yang dia ungkapkan kemarin seperti tak ada artinya. Aku benar-benar tidak terima dia memutuskan hubungan ini tanpa alasan yang jelas. Hari ini aku mengajaknya untuk membicarakan hal ini di taman dekat kampus ku. Dia pun tak menolaknya. Hari ini sepertinya tak ada gairah untukku pergi keluar rumah. Tetapi demi mendapatkan alasan yang tepat mengenai keputusannya, akhirnya aku segera bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Dengan pakaian yang asal kuambil dari lemari, rambut yang ku sisir asal, dan wajah yang tak ber make up sama sekali. Sangat-sangat tak ada gairah untuk berpenampilan rapih seperti biasa. Sampai-sampai aku pun tak sadar kalau sepatu yang aku kenakan berbeda model dan warna. Ketika aku keluar dari kamar, semua orang yang berada diruang tengah pun memperhatikanku yang berbeda dari sebelumnya. Sampai-sampai adikku yang masih berumur 5thn mengatakan kalau aku mirip badut yang berada di film kartun kesukaannya.
Aku pun tak menanggapi apa yang mereka katakan tentangku hari ini. Mamahku pun menghampiriku dan mengatakan “kamu lagi sakit Mey?”. Dalam hati aku menjawab “iya sakit hati, karna di putusin orang yang aku sayang”. Melihatku hanya terdiam dan tak menjawab pertanyaannya, mamahku pun menarik tanganku dan menyuruhku duduk di sofa. Papahku yang hari ini libur bekerja, berniat untuk mengantarku pergi kekampus. Melihat kondisi ku yang tak seperti biasanya, mamah dan papahku khawatir jika membiarkanku pergi kekampus sendirian. Papahku bertanya “kamu kenapa sih Mey ? sakit ? kalau sakit mending ga usah ke kampus”. Dengan lesunya, aku menjawab “Gak kok Pah. Mey gak apa-apa”.
Mamahku beranjak dari sofa dan masuk kedalam kamarku. Keluar dari kamar, ternyata mamahku membawa kaca mata dan sisir. Mungkin karna rambutku yang sangat berantakan hingga akhirnya mamahku merapihkan rambutku layaknya seperti anak SD yang hendak berangkat sekolah. Ada sedikit perasaan malu pada diriku sendiri dan adikku. Karena sudah sebesar ini aku tidak bisa merawat diri hanya karna diputusin oleh pacarku. Akupun mengambil sisir itu dan merapihkan rambutku sendiri. Karena saking tidak fokusnya, aku sampai lupa membawa kaca mataku. Kaca mata adalah barang mutlak yang harus aku bawa. Karena tanpa kaca mata aku tidak bisa beraktifitas dengan baik. Aku langsung memeluk mamahku yang sangat perhatian pada ku. Setelah semuanya rapih, aku langsung berpamitan untuk pergi ke kampus. Aku pergi ke kampus menggunakan sepeda motor kesayanganku yang di berikan Oma saat ulang tahunku yang ke 17.
Beberapa saat kemudian, aku sampai di kampus. Tanpa berlama-lama aku langsung pergi ke taman untuk menemui Boy. Ya, Boy lah nama orang yang aku sayangi. Dia yang sudah menemani hari-hariku selama 1 tahun ini. Tetapi dia juga yang membuat hariku saat ini menjadi hancur berantakan. Dari sudut kanan taman, aku sudah melihat Boy dari kejauhan. Aku tidak tau, apa aku sanggup untuk berbicara pada seseorang yang akan berhenti menyayangiku. Aku berharap ini mimpi. Langkah demi langkah aku berjalan menghampiri Boy. Dan akhirnya, Boy melihatku yang saat itu langsung duduk disampingnya. Aku tak berani menatapnya. Pandanganku hanya lurus kedepan. Aku sadar saat ini Boy sedang menatapku. Tetapi sedikitpun aku tak berani menoleh kearahnya.
Waktu sudah berjalan 15 menit. Dan selama 15 menit tak ada pembicaraan diantara kita. Dengan gugupnya dan dengan perasaan terpaksa, aku pun memulainya “Boy”. Dengan suaranya yang lembut, Boy pun menoleh kearahku dan menjawab “iya”. Tanpa membuang-buang waktu, aku langsung masuk kedalam inti pembicaraan “kenapa kamu tiba-tiba mutusin aku? Apa alasannya ?”. dengan tenangnya, Boy menjawab
“sebelumnya aku minta maaf Mey. Aku benar-benar sangat terpaksa melakukan hal ini. Ini bukan kemauanku. Tetapi ini demi kebaikan kita. Kita berbeda kebudayaan Mey. Sejak awal aku bertemu kamu, aku berharap aku tidak akan menyukaimu. Tetapi semuanya berbalik. Aku bukan hanya menyukaimu. Tetapi aku sudah menyayangimu”. Mata ku sudah berkaca-kaca mendengar semua ucapan dari Boy. Aku masih belum menemui jawaban mengapa dia memutuskan hubungan ini setelah setahun pacaran. Aku pun bertanya lagi “jadi apa alasannya?”. Sambil menghela nafas, Boy kembali menjelaskan alasannya dia memutuskan hubungannya denganku “keluargaku belum bisa menerima adat istiadatmu yang merupakan keturunan
Tionghoa.
Menurut keluarga besarku, hubungan yang didasarkan dari perbedaan kebudayaan, tidak akan berjalan baik. Jadi daripada aku memaksakan ke egoisanku untuk mempertahankan hubungan yang tidak di restui oleh orang tua, lebih baik aku memutuskannya sekarang sebelum semuanya terlambat dan perasaanku berubah menjadi cinta”. Kali ini air mataku sudah benar-benar jatuh membasahi pipiku. Aku tak menyangka kebudayaanlah yang telah menjadi penyebabnya. Aku tak menjawab apapun. Aku masih terdiam dalam perasaanku yang tercampur aduk. Aku tertunduk sambil menahan air mata ku yang semakin lama semakin deras membasaki pipiku. Tiba-tiba Boy mengangkat wajahku yang sejak tadi tertunduk. Boy menghadapkan wajahku dengannya. Tetapi aku tetap tidak kuasa melihat mata seseorang yang aku sayangi. Boy menghapus air mataku dengan tangannya yang lembut. Tetapi aku menahan tangannya. aku mengatakan padanya
“jangan, jangan di hapus. Biarkan air mata ini meringankan kesedihanku. Saat ini aku tidak bisa berbuat apa-apa. Yang bisa aku lakukan hanya menangis. Kerena dengan inilah bebanku bisa sedikit berkurang. Aku tidak akan memintamu untuk kembali padaku. Karena aku tidak mau, kamu kembali padaku hanya karna kasihan melihatku yang masih sangat menyayangimu. Mungkin aku butuh waktu untuk menyembuhkan lukaku. Tetapi aku yakin, suatu saat aku pasti bisa bangkit dari kesedihan yang aku rasakan saat ini. Aku hanya ingin berterima kasih padamu karena telah menjadi bagian dari hidupku selama setahun ini. Kamu telah menuliskan bait-bait keindahan dalam hatiku. Meski menghapus itu semua tidak semudah menghapus tulisan dalam kertas. Tetapi aku yakin dengan bersih aku akan menghapus namamu dalam hatiku”. Mendengar semua yang dikatakan oleh Mey, Boy tidak bisa menjawab apa-apa lagi. Boy hanya memberikan secarik kertas untuk Mey. Mey pun membuka kertas itu. Dan ternyata kertas itu berisi gambar mereka saat mereka bertemu pertama kali ditaman ini. Boy pun mengatakan “kamu ingat ketika pertama kali kita bertemu. Kita bertemu tepat hari ini dan ditempat ini pula. Dan sejak kita sedang berkenalan di bangku yang saat ini kita duduki bersama, ada seorang pelukis cilik yang menggambar sketsa wajah kita di depan pohon itu. Tanpa kamu ketahui, aku meminta gambar itu pada pelukis cilik itu. Dia pun memberikannya denga syarat aku memberikan jaket yang aku pakai saat itu. Dan asal kamu tau, itu adalah jaket kesayanganku. Jaket yang di berikan mendiang nenekku seminggu sebelum dia wafat. Tetapi aku berani memberikannya hanya untuk mendapatkan gambar itu. Dan aku pernah berjanji pada diriku sendiri, kalau aku akan memberikan gambar itu untukmu pada saat hari jadi kita yang ke 1 tahun. Anggaplah ini kenang-kenangan dariku. Tolong di simpan. Dan aku harap jangan pernah kamu membuangnya”. Mey mengamati setiap coretan pensil yang terlukis dalam sketsa wajahnya dan Boy. Tetapi seketika, aku mengembalikan gambar itu pada Boy. Boy pun memohon padaku untuk tidak mengembalikannya lagi. Boy berkata “aku tau, kamu pasti saat ini membeci ku karena keputusanku saat ini. Tetapi aku mohon, simpan gambar ini sebagai kenangan-kenangan dariku. Sebenci apapun kamu, aku mohon jangan pernah membuang kertas itu. Jangan pernah merobeknya dan jangan pernah merusaknya”. Aku merasa ucapan Boy saat itu benar-benar sangat tulus. Dan akhirnya, aku memutuskan untuk menerimanya dan berjanji akan terus menjaga gambar itu. Ketika aku hendak pergi dari taman itu, Boy menarik tanganku dan langsung memelukku. Entah apa yang aku rasakan, tak ada lagi rasa benci dalam hatiku saat Boy memelukku dengan eratnya. Aku merasa kalau Boy benar-benar mencintaiku dan tidak mau kehilanganku. Aku merasakan sesuatu yang berbeda saat Boy memelukku.
Hatiku berkata ada sesuatu yang sedang ditutupi dari Boy. Entah mengapa, aku begitu yakin. Sesuatu itu yang membuat Boy memutuskan hubungannya denganku. Tetapi ya sudahlah, mungkin aku dengan Boy tidak di takdirkan untuk bersama. Setelah beberapa saat kemudian, Boy melepaskan pelukannya padaku. Dan aku merasakan sesuatu yang ganjil lagi saat dia melepaskan pelukannya. Aku merasakan,kalau ini akan menjadi pelukan yang terakhir. Ya, ini akan menjadi pelukan yang terakhir. Ya Tuhan, apa yang sedang aku fikirkan. Mungkin ini karena aku terlalu mencintainya sehingga aku memikirkan apa yang tidak harus aku fikirkan. Mungkin ini hanya perasaanku saja. Saat aku perhatikan wajahnya, Boy sangat berbeda. Dia terlihat pucat. Tetapi aku tidak akan bertanya padanya. Aku pun langsung berpamitan pada Boy karena satu jam lagi kelasku akan dimulai. Boy pun mengatakan sebelum aku pergi “aku pamit”. Dan aku hanya menjawabnya singkat “iya”. Kami berdua pun pulang berbeda arah. Aku pergi memasuki kampus. Dan Boy pergi menuju mobilnya.
Di dalam mobilnya, ternyata Boy tidak meyetir mobil sendiri seperti biasa. Dia diantar oleh supirnya. Ketika memasuki mobilnya, tiba-tiba kepalanya terasa pusing dan pandangannya seperti kabur. Dia tidak dapat melihat dengan jelas. Supir yang sedang bersamanya pun bingung harus bagaimana. Akhirnya supirnya membawa Boy ke rumahnya. Setelah sampai dirumahnya, supirnya langsung memanggil asisten rumah tangga yang lainnya untuk membantunya memopong Boy masuk kedalam kamarnya. Mamahnya Boy yang saat itu sedang berada diruang tamupun langsung panik melihat kondisi anaknya yang kembali ngedrop. Mamahnya pun menyuruh supirnya untuk membawa masuk Boy kedalam kamarnya. Lalu mamahnya Boy langsung menelepon dokter yang biasa menangani Boy. Beberapa jam kemudian, dokterpun sampai dirumah Boy. Dokter langsung memeriksa keadaan Boy. Sungguh sangat mengejutkan, Boy yang selama ini mengidap sakit Kanker Otak memasuki stadium akhir. Ini benar-benar sangat cepat dari perkiraan dokter sebelumnya.
Kondisi fisik Boy yang memang lemah juga sangat mempengaruhi tingkat perkembangan penyakit Boy. Dokter meyarankan agar keluarga membawa Boy ke rumaah sakit. Karena peralatan dirumah sakit jauh lebih lengkap. Tanpa berlama-lama Boy langsung di bawa kerumah sakit menggunakan ambulance. Boy yang juga mempunyai penyakit jantung, saat itu dadanya juga mulai agak sesak. Dan pernafasan Boy di bantu oleh tabung oksigen dan berbagai alat medis yang menempel di dadanya. Namun saat perjalanan menuju rumah sakit, kondisi Boy semakin menurun. Dadanya semakin tak kuat untuk membantunya bernafas. Dia terus-terusan memanggil-manggil nama Mey. Air mata mamahnya Boy tak kuat menahan kesedihannya melihat anaknya yang sedang melawan penyakitnya. Sepanjang perjalanan Boy hanya menyebut nama Mey. Dokter pun menyarankan untuk membawa Mey kerumah sakit. Siapa tau dengan adanya Mey, kondisi Boy akan kembali membaik. Tetapi mamahnya Boy tidak tau siapa itu Mey. Lalu supir yang tadi menemani Boy, teringat akan sosok gadis yang tadi berbicara pada Boy. Supirnya itu yang juga ikut di dalam ambulance mengatakan pada mamahnya Boy “maaf bu, mungkin yang di maksud tuan Boy itu adalah gadis yang tadi dia temui di taman”. Mamahnya Boy pun menjawab “ya sudah, setelah sampai dirumah sakit, kamu antar saya menemui gadis itu”. Supirpun hanya mengangguk. Tak lama kemudian, mereka pun sampai dirumah sakit. Boy langsung di bawa pihak rumah sakit keruang ICU. Kondisinya sudah benar-benar kritis. Mamahnya dan supirnya langsung pergi menuju taman yang dimaksud supir. Lalu tak lama kemudian, mereka berdua sampai ditaman itu. Dengn perasaan yang sedang panic, mamahnya Boy sibuk mencari gadis yang dimaksud supirnya nya itu. Lalu mamahnya Boy berkata “mana gadis itu?”. Supirnya pun menjawab “mungkin gadis yang ditemui oleh tuan Boy itu kuliah di kampus itu bu”. Akhirnya mereka berdua pun menunggu Mey di taman itu.
Hemm, sepertinya dosen tidak dating hari ini. Seharusnya kelas dimulai sejak 15 menit yang lalu. Di dalam kelas, aku terus memikirkan tingkah laku Boy yang berubah drastis. Aku tidak habis fikir, kemarin kita masih bercanda-canda. Tak ada masalah yang membuat kita bertengkar. Bahkan aku rasa, dia kemarin sangat-sangat romantic dibandingkan hari-hari sebelumnya. Tetapi mengapa hari ini dia memutuskan hubungan tanpa alasan yang masuk akal. Apa yang sebenarnya terjadi? Banyak pertanyaan yang sebenarnya ingin aku tanyakan padanya. Tetapi aku tidak kuasa berlama-lama berhadapan dengannya. Tuhan, aku masih sangat menyayanginya. Dia orang yang selama ini memberikan warna yang indah dalam hidupku. Aku mecintainya dan tak mau kehilangannya. Aku harap ini benar-benar mimpi. Jika ini mimpi, aku ingin cepat-cepat bangun dari mimpi buruk ini. Aku masih teringat sebulan yang lalu saat hari ulang tahunku. Dia menyiapkan kejutan untukku. Dan bagiku itu adalah perayaan ulang tahun yang terindah selama aku hidup.
Ada pesta kembang api, dinner romantis, dan kalung itu. Dan aku masih ingat ketika kita pergi ke sebuah pantai daerah bandung, malam harinya aku dan dia sama-sama berjanji untuk tetap setia, dan menjaga hubungan ini sebaik-baiknya. Dia juga pernah mengatakan untuk saling terbuka satu sama lain. Bila ada masalah harus di bicarakan berdua agar tidak ada kesalahpahaman antara kita. Tetapi apa yang dia ucapkan, dia ingkari sendiri. Tanpa ada pembicaraan apapun, dia langsung memutuskan hubungan ini. Ketika aku sedang memikirikan Boy, tiba-tiba teman kampusku dating dan mengatakan kalau dosen hari ini tidak dating. Dan tanpa berlama-lama, aku pun langsung keluar kelas dan memutuskan untuk pulang. Sebelum pulang, terlebih dahulu, aku pergi ke kantin kampus untuk membeli minuman. Tak sengaja aku lihat foto itu ketika aku henak membayar minuman itu. Yaa, foto yang mungkin membuatku tambah sakit hati. Fotoku bersama Boy yang terpampang di dalam dompetku. Entah mengapa kakiku menjadi lemas dan tak kuasa untuk berdiri. Aku pun duduk sebentar di kantin. Aku memperhatikan foto itu dalam-dalam. Aku perhatikan setiap lekuk wajah Boy dalam foto itu. Aku merasa sangat aneh. Aku merasa saat ini Boy sedang memanggil-manggil namaku. Aku merasa Boy saat ini sedang membutuhkanku. Ah tetapi mana mungkin, baru tadi pagi aku bertemu dengannya. Dia tidak terlihat sedang membutuhkanku. Mungkin ini hanya perasaanku saja. Sudah sekitar 10 menit aku terduduk di kantin. Aku rasa, aku sudah bisa berdiri dengan kuat. Dan aku keluar dari kantin dan memutuskan untuk pulang kerumah. Ketika aku keluar dari kampus, sepertinya ada seseorang yang memanggil-manggil namaku. Aku berhenti sejenak, dan menoleh kesegala arah untuk melihat panggilan itu. Dan ternyata benar, ada seorang laki-laki dan perempuan yang memanggilku di taman samping kampus ku. Akupun menghampirinya. Wanita itu bertanya padaku “nama kamu Mey ya?”. Aku heran, mengapa wanita itu kenal dengan ku. Lalu laki-laki yang berada disamping wanita itu mengatakan “nah ini bu yang tadi ngobrol sama Tuan Boy di taman ini. Saya masih ingat dengan wajahnya yang oriental”. Ah laki-laki itu menyebut nama Boy. Sebenarnya wanita ini dan laki-laki disebelahnya itu siapa? Mengapa dia mengenal Boy dan aku ?. wanita itu mungkin tau, kalau aku sedang bingung memikirkan mereka yang tiba-tiba saja mengenaliku. Lalu wanita itu menyuruhku duduk dan menjelaskan semuanya “saya ini mamahnya Boy”. Aku pun kaget, ternyata saat ini aku sedang berbicara dengan mamahnya Boy. Ada sedikit perasaan takut dalam dirikiku. Apa dia menemuiku untuk menyuruhku menjauhi Boy karena perbedaan Budaya itu. Lalu aku pun menjawabnya “ada apa ya tante menemui saya?”.
Mamahnya Boy pun menjawab dengan mata yang berkaca-kaca “apa kamu pacarnya Boy?”. Aduh aku bingung harus menjawab apa. Sambil menghela nafas, aku berkata yang sebenarnya “saya memang pernah berpacaran dengan Boy. Tetapi tadi pagi tiba-tiba Boy memutuskan hubungan ini”. Hal yang benar-benar tak ku sangka, mamahnya Boy langsung memelukku. Aku tak mengerti sebenarnya apa yang terjadi. Aku pun kembali bertanya “sebenarnya ada apa ya tante?”. Mamahnya Boy melepaskan pelukannya padaku dan berkata “kamu harus ikut tante sekarang kerumah sakit”. Apa? Rumah sakit? Siapa yang sakit? Itulah pertanyaan yang ada dalam fikiranku. Ketika aku hendak menjawab, tiba-tiba mamahnya Boy langsung menarik tanganku dan membawaku masuk kedalam taxi. Aku hanya bisa terdiam dan sebenarnya banyak pertanyaan yang masih ada dalam otakku. Tetapi aku lebih memilih diam dan tidak bertanya apapun. Aku yakin pasti nanti ada jawabannya. Di dalam taxi, mamahnya Boy terus memegang tanganku dengan erat dengan sesekali dia menghapus air matanya. Tiba-tiba aku langsung berfikir “ada apa dengan Boy? Apa dia yang sakit? Apa kecelakaan? Oh Tuhan semoga ini salah”. Setelah sampai rumah sakit, aku langsung dibawa oleh mamanya Boy ke lantai 4 dan langkah kakinya membawaku kedepan ruang ICU. Aku pun melihat seseorang yang berada dalam ruang ICU itu lewat jendela kecil yang berada di dekat pintu. Ya Allah, itu Boy. Dia yang ada didalam ruang ICU itu. Kakiku langsung lemas dan tak kuat untuk berdiri. Air mataku mulai jatuh membasahi pipiku. Sebenarnya apa yang terjadi pada Boy? Mengapa dia terbaring didalam ruang ICU ?. mamahnya Boy pun mengangkatku yang saat itu sedang terduduk lemas di depan pintu ruang ICU.
Perlahan-lahan mamahnya Boy mulai menjelaskannya tentang apa yang sebenarnya terjadi “Mey, selama ini Boy sakit. Dia sakit Kanker Otak sejak 15 Bulan yang lalu (1,5 tahun). Kondisi fisiknya yang lemah membuat kesehatannya semakin menurun. Tetapi sejak setahun belakangan ini, kondisinya mulai membaik. Dan tante yakin ini semua karena kamu. Kamu yang membuat Boy kuat menjalani sakit yang di deritanya. Sejak dia di vonis dokter terkena kanker otak, dia selalu murung dan tidak pernah tersenyum.
Tetapi sejak setahun belakangan ini, dia kembali menjadi Boy yang dulu. Boy yang ceria dan penuh semangat. Bahkan dia rutin menjalani kemoterapi yang sebelumnya tidak mau dia jalani. Dan tante juga yakin, kalau dia melakukan hanya untuk kamu. Alasan dia untuk sembuh dan tetap hidup adalah kamu Mey.
Maaf kalau baru kali tante mengenal kamu. Karena memang, Boy tidak pernah menceritakan sosok kamu kepada tante”. Ya Allah, kini baru terjawab semua pertanyaan ku. Inilah yang membuat Boy memutuskan hubunganku dengannya. alasan perbedaan kebudayaan dan terganjalnya restu orang tua itu hanyalah kebohongan untuk menutupi alasan yang sebenarnya. Tetapi mengapa dia tidak mau terbuka tentang penyakitnya padaku? Harusnya jika dia menganggapku sebagai pacarnya, dia pasti menceritakannya.
Ketika aku sedang berbicara pada mamahnya Boy, tiba-tiba dokter keluar dari ruang ICU dan menyuruh semua orang terdekat Boy untuk masuk ke dalam ruang ICU. Perasaanku semakin takut. Aku takut kehilangannya. Aku, mamahnya Boy, dan papahnya Boy yang baru saja datangpun langsung masuk kedalam ruang ICU dengan menggunakan baju khusus. Semuanya menangis didalam sana termasuk aku.
Dokter mengatakan kalau Boy yang juga mempunyai penyakit jantungpun sudah benar-benar dalam keadaan kritis. Harapannya untuk hidup sangatlah sedikit. Ya Allah tolong lindungi Boy. Berilah keselamatan untuknya. Semakin lama semakin menurun kondisi kesehatan Boy. Dan sampai akhirnya, detak jantung yang terbantu melalui alat medispun terhenti. Boy telah meninggal dunia di hari jadiku dengannya yang pertama.
Aku benar-benar tak menyangka ini juga akan menjadi hari terakhirku bersamanya. Semua orang yang berada diruang ICU ,menangis. Aku benar-benar tak menyangka, pertemuanku tadi pagi dengannya dan pelukannya pagi itu adalah ucapan selamat tinggal untuk selama-lamanya. Dalam hati aku mengatakan sambil meneteskan air mata dan memegang tangan jenazah Boy “Boy, selamanya kamu akan tetap berada di hatiku. Meskipun ragamu kini sudah tiada, tetapi kenanganmu akan selalu abadi dalam hati dan fikiranku. Bagiku, kamu tidak akan pernah pergi. Kamu selalu ada didalam hatiku”.
TAMAT
PROFIL PENULIS
Nama : Risdatul Zulfiah
TTL : Jakarta, 06 Juli 1996
Alamat : Jln Lap. Roos Barat 4, Bukit duri jakarta selatan
itulah artikel Cerpen Remaja karya Risdatul Zulfiah semoga bermanfaat
VIDEO HOT IN HOTEL ONLY 17 YEARS UP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar